Perjuangan Hugh Glass (Leonardo Dicaprio) untuk menemukan semangat hidup ibarat diburu dan berburu. Cakar-cakar tajam Beruang Grizzly yang menusuk sekujur tubuhnya tak mampu membuatnya pasrah, ia tetap maju. Hingga pada akhirnya pada saat John Fitzgerald (Tom Hardy) meninggalkannya sendirian di tengah hutan tak bertuan, ia masih bisa bernafas, walaupun terdengar medenging seperti sapi disembelih. Bayangan istri dan anaknya jadi motivasinya balas dendam. Tak peduli buasnya hewan-hewan di dalam hutan dan penduduk asli yang tak segan-segan menjadikanya santapan, ia tetap ingin berburu. Berburu dengan modal harapan.
KEMARIN. Diambil dari judul buku yang sama, film The Revenant (2015) bisa dibilang sukses dan dapat disejajarkan dengan film-film top ten Hollywood lainnya.
Sangat berbeda dengan Birdman (2014), film besutannya yang bergenre dark comedy. Sumpah, sampai sekarang aku belum dapat memahami isi cerita film itu. Oke, mungkin karena frame of reference-ku yang masih sangat dangkal.
Pada tahun 2016, The Revenant hanya meramaikan nominasi kategori the best motion picture di Academy Awards. Namun, kombinasi sinematografi yang unik dan latar pegunungan menambah film tersebut makin asyik ditonton.
Kamu harus sepakat kalau teknik pengambilan angle-nya persis dengan yang digunakan pada film Birdman, yang telah memenangkan kategori itu.
Tapi kabar baiknya, pemeran utama The Revenant berhasil membawa pulang piala Oscars untuk kategori the best actor karena kepiawaiannya berakting.
Tidak bisa dipungkiri, dua aktor kebanggaan Hollywood, Leonardo Dicaprio dan Tom Hardy sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Salut dengan orang-orang di bagian casting yang memilih setiap pemain dengan selektif.
Tembak mati saja!
Jika seseorang ingin mencari nilai minus film ini, keikutsertaan Will Poulter pemeran Jim Bridger adalah satu hal yang mungkin.
Entah ini asumsi subjektif atau bukan, Will selalu terlihat bodoh dalam film apa pun yang ia perankan. Ketika ia muncul pada setiap scene di The Revenant, aku berharap ada seseorang yang menembaknya walau tanpa alasan apa pun.
Aku sangat bersyukur ia tidak lagi hadir di sekuel The Maze Runner: Scorch Trials (2015), karena pada film sebelumnya (The Maze Runner: 2014) ia sudah ditembak mati.
Belajar aksen Southern American
Anyway, sejak pertama kali melihat The Revenant, sebenarnya aku sangat kagum pada aksen Southern American yang digunakan pada setiap dialognya.
Sebagian orang bilang kalau aksen British lebih seksi dari semua tutur bicara Inggris manapun, but Southern American is more than hot.
"You came all this way just for your revenge, huh? Did you enjoy it, Glass?... 'Cause there ain't nothin' gon' bring your boy back."
Seuntai kalimat diucapkan Tom Hardy yang dapat membawa kita ke dalam hutan pinus di Georgia dan menelusuri panjangnya Sungai Mississippi.
Gara-gara film ini, aku mengecek YouTube untuk mencari seseorang yang bisa memberi penjelasan kenapa "am not" menjadi "ain't" dan kata ganti orang kedua jamak disingkat "y'all".
Terlepas dari semua kejeniusan orang-orang yang ambil bagian dalam film ini, ada satu hal yang tak terbantahkan serta sangat kusesali, Will Poulter masih dalam layar sampai film ini berakhir dan tak ada seorang pun yang berusaha membunuhnya. (Hna)
9 komentar