Penampakan masakan pertamaku, one to ten, berapa? |
Awalnya tidak percaya kalau memasak itu sulit, tapi setelah berhadapan dengan minyak panas yang menyalak, dalam hitungan detik aku percaya.
Memasak. Khusus yang satu ini, aku harus dipandu seorang ahli, yakni Mamak. Beliau adalah orang yang tepat untuk pekerjaan ini.
Mamak sudah melewatkan 32 tahun sebagai juru masak bagi pasien rawat inap di salah satu rumah sakit terbesar di Samarinda. Namun sejak beberapa bulan lalu beliau pensiun dan mendedikasikan waktunya untuk keluarga.
Satu hal yang membuat pekerjaan itu menjadi keren, Mamak tidak perlu memperhatikan kualitas rasa.
Aku sengaja bangun pagi buta untuk menengok Mamak yang sedang memasak. Beliau terlihat bingung ketika aku tiba-tiba minta diajari memasak.
Wajah tuanya yang renta tertanam rasa heran saat melihatku sudah siap di depan tempe yang tergeletak di atas meja makan sambil memegang pisau.
Namun Mamak nampak ogah-ogahan mengajariku. Katanya, anak lelaki semestinya bekerja, lalu cari istri yang pintar masak. Alhasil, Mamak menertawaiku.
Memotong dan menggoreng tempe
Meski diremehkan, aku tak putus semangat. First lesson, Mamak mengajarkan cara memotong tempe.
Beliau bilang kalau ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan, mau tipis atau tebal, sesuka hati.
Tempe yang sudah dipotong dimasukkan ke dalam mangkuk berisi air yang sudah dicampur dengan satu sendok garam. Lantas digoreng.
Hasil tangan yang kaku pegang pisau. |
Goreng ikan patin
Tempe selesai digoreng. Mamak mengeluarkan mangkuk plastik dari dalam kulkas yang berisi beberapa potong ikan patin dan tongkol yang sudah diberi bumbu.
Mamak bilang: "Nanti saja belajar memotong ikan, yang penting tahu cara menggoreng!"
Saat itulah aku merasa memerlukan kostum astronot atau semacamnya agar tanganku terhindar dari serangan minyak panas.
Berbeda dengan menggoreng tempe, tingkat kseulitan menggoreng ikan bertambah satu bintang.
Saat mencemplungkannya ke dalam wajan, aura panas semakin melonjak-lonjak.
Bahkan setiap kali aku berusaha membalik ikan-ikan malang itu, aku menjaga jarak sekian inci, memastikan aku dalam zona aman.
Anehnya, Mamak selalu tahu kualitas kematangan ikan-ikan setiap kali aku bertanya sudah matang apa belum
Padahal beliau sedang mencuci pakaian di belakangku dan tak menoleh barang sedikit pun. "Kalau warnanya sudah agak cokelat, ikannya dibalik!" seru Mamak.
Beberapa menit kemudian, saat tengah menghindari letupan-letupan sialan itu, Mamak mengatakan sudah waktunya meniriskan.
Aku kagum dengan Mamak, beliau bisa mengetahuinya tanpa melihat. Mungkin ini yang dinamakan insting memasak.
Mengulek sambal
Sentuhan terakhir, mengulek sambal. Mamak sudah menyediakan dua buah tomat dan dua buah bawang merah serta sejumput cabe di atas meja makan.
Sayuran itu digoreng setelah sebelumnya dicuci bersih. Tapi ingat satu hal kata Mamak, ketika memasukkan cabe, dalam hitungan detik wajan mesti ditutup dengan tutup panci agar letupannya tidak terkena mata.
Aku menuruti perintahnya, tidak ingin cidera mata gara-gara memasak.
Tidak butuh waktu lama, aku memindahkan sayuran itu ke dalam cobek. Cara mengulek yang baik kata Mamak: mendahulukan bawang merah, cabe, lalu tomat. Hal itu dilakukan agar menghindari cipratan yang ditimbulkan tomat.
Setelah agak lunak, aku mengambil dua sendok teh minyak goreng yang ada di wajan, kemudian memasukkannya ke dalam cobek agar sambal kelihatan cair dan fresh. Kemudian diulek lagi sampai terlihat benar-benar lunak.
Siap dihidangkan
Finally, kerusuhan di dapur akhirnya selesai. Ikan patin dan tongkol goreng plus sambal ulek buatanku telah selesai dibuat. Sayur santan yang sudah dibuat Mamak sebelum aku datang merecoki akhirnya memiliki kawan.
Selesai sudah pelajaran memasakku untuk pertama kali. Meski ada tempe yang gosong, rasa makanan tersebut persis seperti yang aku bayangkan. Aku akan terus mencoba untuk bangun lebih awal lagi supaya dapat melihat Mamak menanak nasi dan belajar darinya.
Pelajaran berharga yang aku dapat dari kegiatan tersebut adalah aku jadi tahu bahwa menggoreng tempe terlalu lama bisa membuatnya renyah seperti kerupuk, iya enggak? (Hna)
3 komentar