KEMARIN. Sabtu, 26 November 2016. Pukul 07.30 Wita.
Pick-up Emen mengaung menuju Teluk Sulaiman. Sepanjang perjalanan pemandangan indah tersirat dari rumah-rumah penduduk yang berjajar rapi di pinggir jalan; ada yang membelakangi laut, ada juga yang bertatapan langsung dengan tepi pantai.
Sangat menyenangkan bisa menghirup udara segar dan menatap samudera di pagi hari.
Teluk Sulaiman
Pick-up Emen. Ditumpangi belasan orang dari Samarinda menuju Biduk-Biduk (Baca di sini) |
Teluk Sulaiman
Sesampainya di Teluk Sulaiman, aku melihat sebuah sign board terbuat dari potongan pohon besar tersemat kalimat Welcome To Teluk Sulaiman. Secara saksama kuperhatikan, ada tanda kecil bertuliskan KKN UGM 2015.
Kami menurunkan semua barang. Di ujung dermaga, nampak Om Ben sedang sibuk mempersiakan segala sesuatu. Tubuhnya yang kekar mewakili kelincahannya. Dia menarik dengan cepat, dia juga mengangkat sesuatu dengan cepat.
Sembari menunggu Om Ben, Fajri dan Emon menangkap momen dengan kamera. Emon memotret Om Ben yang sedang bekerja, sementara Fajri memotret Emen yang minta difoto di tengah-tengah dermaga. Setelah itu, mereka memotret kami semua.
Beberapa menit kemudian, Om Ben memberi sinyal kalau kapalnya sudah siap untuk berangkat. Satu per satu kami naik ke atas kapal. Aku, Fayon, dan Emen duduk di buncu kapal. Formasinya sama seperti di dalam pick-up Emen.
Habitat penyu
Fotonya lupa di kamera siapa, jadi ya maaf kalau ngambil dokumentasinya lewat foto profil Emen |
Kami menurunkan semua barang. Di ujung dermaga, nampak Om Ben sedang sibuk mempersiakan segala sesuatu. Tubuhnya yang kekar mewakili kelincahannya. Dia menarik dengan cepat, dia juga mengangkat sesuatu dengan cepat.
Sembari menunggu Om Ben, Fajri dan Emon menangkap momen dengan kamera. Emon memotret Om Ben yang sedang bekerja, sementara Fajri memotret Emen yang minta difoto di tengah-tengah dermaga. Setelah itu, mereka memotret kami semua.
Emen gagal mengabadikan momen. |
Beberapa menit kemudian, Om Ben memberi sinyal kalau kapalnya sudah siap untuk berangkat. Satu per satu kami naik ke atas kapal. Aku, Fayon, dan Emen duduk di buncu kapal. Formasinya sama seperti di dalam pick-up Emen.
Akhirnya aku kena jepret juga |
Habitat penyu
Kapal Om Ben perlahan menuju ke suatu daerah yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Dia tahu di mana penyu biasa berkumpul. Tak hentinya bibirku mengucap MasyaAllah saat melihat keluarga penyu dalam ukuran besar, sedang sampai yang kecil berenang di bawah kami.
Ingin sekali aku terjun ke dalam air itu. Sekejap niat itu runtuh saat mengingat kalau aku lupa membawa sempak.
Asal kalian tahu, penyu merupakan satwa yang telah dilindungi undang-undang. Kura-kura laut ini kerap diburu, dagingnya diambil untuk dimakan. Tempurungnya dicabut, dijual untuk kebutuhan aksesori manusia.
Lewat tulisan ini aku ingin mengingatkan seluruh elemen masyarakat bahwa memburu penyu dapat memasukkan diri kalian ke dalam penjara. Sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati, pelaku perdagangan bagian-bagian tubuh satwa dilindungi seperti penyu diancam dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Atau kalian sudah tahu tentang peraturan itu tetap saja makan telur penyu yang dijual di pasaran? Oke. Tak mengapa, tapi jangan nangis kalau anak cucu kalian tidak bisa melihat penyu-penyu berenang di laut lepas.
Asal kalian tahu, penyu merupakan satwa yang telah dilindungi undang-undang. Kura-kura laut ini kerap diburu, dagingnya diambil untuk dimakan. Tempurungnya dicabut, dijual untuk kebutuhan aksesori manusia.
Lewat tulisan ini aku ingin mengingatkan seluruh elemen masyarakat bahwa memburu penyu dapat memasukkan diri kalian ke dalam penjara. Sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati, pelaku perdagangan bagian-bagian tubuh satwa dilindungi seperti penyu diancam dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Atau kalian sudah tahu tentang peraturan itu tetap saja makan telur penyu yang dijual di pasaran? Oke. Tak mengapa, tapi jangan nangis kalau anak cucu kalian tidak bisa melihat penyu-penyu berenang di laut lepas.
Singgah di Pulau Kaniungan Kecil
Puas melihat penyu-penyu berenang, Om Ben mengarahkan perahunya menuju Pulau Kaniungan Kecil, yang tak berpenghuni.
Luas Kaniungan Kecil kurang lebih seluas Pulau Beras Basah di Kota Bontang. Bedanya, air laut di sini lebih biru dan jernih.
Kami menghabiskan waktu sekitar dua jam di sana. Aku sadar, panasnya terik matahari akan membuat kulitku menjadi hitam legam. Namun selama itu membuatku hatiku senang, tak ape lah.
Puas melihat penyu-penyu berenang, Om Ben mengarahkan perahunya menuju Pulau Kaniungan Kecil, yang tak berpenghuni.
Luas Kaniungan Kecil kurang lebih seluas Pulau Beras Basah di Kota Bontang. Bedanya, air laut di sini lebih biru dan jernih.
Baca buku panas-panas di tengah pantai? Come on! |
Kami menghabiskan waktu sekitar dua jam di sana. Aku sadar, panasnya terik matahari akan membuat kulitku menjadi hitam legam. Namun selama itu membuatku hatiku senang, tak ape lah.
The Balck Nemo
Semua kawanku yang berenang di kejernihan air Kaniungan Kecil terhambur tatkala Emen menunujukkan Black Nemo-nya. Fajri berenang paling dekat dengan Emen, dia menatap langsung, melihat bentuk asli "ikan" tersohor itu.
Seumur hidupnya, Fajri akan terus mengingatnya . Di mana legenda Balck-Nemo akan mengakar sampai ke anak cucunya. (Hna)
Credit: Om Ben (kanan) ngasih wejangan ke Emen, soal manis-asam kehidupan. Siapa itu Om Ben, silahkan baca di sini. |
Posting Komentar