R7ZiNLx3KC2qKMr3lC8fGnzuEqDGM1kXB8IvxLhQ
Bookmark

Aku Kira, Ini Cara Menulis Judul

KEMARIN. Aku sudah pernah bilang, kalau blog ini tak lagi berfungsi dengan baik. Yap, semua gara-gara sibuk bekerja dan sisa waktunya habis bersama keluarga kecilku, hehe.

Cerita tentang Hanna Fatima Amizah akan kutulis pada kesempatan berikutnya. Setidaknya, kalian --bengkuringnish: pembaca Bengkuring Weekly (BW) disapa seperti itu, mau baru ataupun lama-- tahu kalau aku sudah menikah.

The point is, selama pandemi corona belum berakhir BW ingin back to the game. Cerita terbaru --aku tak tahu cara mengatakannya tanpa harus terdengar menggurui-- berkutat tentang pekerjaannku sekarang.

Ditulis lebih dulu di Kompasiana karena (1) aku pikir keren punya dua medium menulis, seperti alter egonya Marshall Mathers. (2) BW untuk kekonyolan. Sementara di Kompasiana aku berlagak seperti seorang dosen dengan kaca mata tebal, yang tidak senang melihat mahasiswi memakai legging yoga di dalam kelas. (3) Aku sadar tidak bisa menjadi orang lain, jadi mulai sekarang aku mem-publish semuanya di BW dan Kompasiana. Enjoy!!!


Source: time.com


***

Ini semua gara-gara bekerja di bidang media. Satu tahun yang lalu aku hanya seorang reporter biasa. Lama-kelamaan, perusahaan tempatku bekerja menuntut lebih dari sekedar menulis berita. Banyamau. Mereka menginginkan aku menjadi seorang editor. Mau gimana lagi, itu sudah menjadi risiko pekerjaan, ucapku dalam hati mencoba menenangkan diri.

Sungguh, aku tidak tahu-menahu bagaimana mekanisme bekerja sebagai seorang editor. Itu terjadi hingga sekarang. Kata sejumlah orang, tenang, ini masih proses. Aku pun mengamini.

Lantas, aku mulai berpikir bahwa menjadi seorang editor harus pandai membuat judul. Karena banyak pandangan, selain teras berita, judul dianggap wujud yang paling sakral dalam mengundang minat baca. Tegur jika salah.

Entah benar atau salah, aku memulai latihan ini dengan menulis ulang judul berita yang aku temukan di koran. Namun, sedikit banyak, formula yang ingin kuketahui ialah tentang media daring.

Ke mana aku pergi, aku selalu membaca buku tulis kecil untuk mencatat judul. Terdapat puluhan judul yang berhasil aku tulis. Merasa puas, aku pun mulai membaca kembali.

Beranjak dari sana, aku berpikiran untuk mengubah judul-judul tersebut menjadi judul, yang aku pikir cocok dengan berita online.

Misal, judul: Satu Penyerang Diringkus, sub: Bentrok Berdarah di Palaran yang Tewaskan Warga.

Judul versiku: Satu Warga Tewas Akibat Bentrok Berdarah di Palaran.

Kira-kira, seperti itu metode yang aku terapkan dalam permasalahan ini. Aku mencobanya terhadap semua judul yang aku temukan, hitung-hitung ada 20 judul lebih. Kenapa begitu? Aku berpendapat, ketika menulis judul di koran, kita punya banyak ruang untuk menentukan headline apa yang akan dikemukakan, lantaran inti masalah dapat diterangkan pada sub judul.

Berbeda dengan berita daring, menurutku, penulisan judul lebih dari 10 kata merupakan langkah buruk untuk menginformasikan sesuatu kepada pembaca.

Memang, menulis di media daring memiliki "ketidakterbatasan" yang tak perlu diperdebatkan, tapi tetap saja pengerjaan judul berita daring harus lebih memperhatikan kaidah-kaidah jurnalistik. Iya, kan?

Guna menambah pengetahuan, aku mencari di internet dan berburu buku-buku perihal penulisan judul ini. Kemudian, aku berdiskusi dengan seorang kawan yang lebih dulu menjadi editor di sebuah surat kabar terbesar di Provinsi Kalimantan Timur. Bahkan, tidak menutup kemungkinan aku membuka ruang diskusi pada kolom komentar.

Mendasar, dalam proses membuat judul hendaknya senantiasa memperhatikan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia atau PUEBI. Ingat baik-baik, bukan PUBG.


Huruf Kapital

KEDATANGAN JOKOWI KE KALTIM BELUM PASTI. Enggak salah sih. Hanya saja, dinilai dari segi kerapian, banyak orang tetap bertahan dengan cara konvensional.

Caranya, menulis setiap awal kata dengan huruf kapital, terkhusus pada kata paling depan; Lawan PSS Sleman, Borneo FC Optimis Raih Kemenangan atau Pria Paruh Baya Perkosa Gadis Belia.


Pakai huruf kecil untuk Preposisi, Konjungsi, dan Interjeksi

Pelan-pelan. Kita coba cari tahu apa arti dari istilah di atas. Pertama, preposisi: kata depan yang diikuti oleh kata lainnya. Berfungsi untuk menjelaskan dan memberikan kesinambungan antara kata sebelum dan selanjutnya. Preposisi itu: di, ke, pada, dalam, yaitu, kepada, daripada, untuk, bagi, ala, bak, tentang, mengenai, sebab, secara, terhadap, dan masih banyak lagi. Biar lebih jelas; Kapal Pengangkut Batu Bara Nyaris Karam di Perairan Mahakam.

Kedua, konjungsi; kata sambung. Yang satu ini, berfungsi menghubungkan kata-kata, kalimat-kalimat, dan ungkapan-ungkapan serta tak memiliki makna khusus jika berdiri sendiri. Aneka konjungsi: dan, atau, tetapi, ketika, seandainya, supaya, pun, seperti, oleh, karena, sehingga, bahwa, kalau, untuk, kemudian. Contohnya: Dewan Minta Keringanan untuk Bahas Lanjutan Raperda.

Ketiga, interjeksi; istilah lain kata seru yang mengungkapkan isi hati dari si penulis. Jarang dipakai pada tulisan serius. Bukan berarti dipakai di tulisan bercanda, melainkan tulisan yang santai dan ekspresif. Interjeksi itu: Alhamdulillah, duh, cih, yuk, wah, wow, amboi, ah, lho, dll. Perhatikan secara seksama: Amboi! Artis Cantik Ini Punya Tatto di Bagian Tersembunyi.

Nah, kendati demikian, ketiga jenis elemen tersebut harus tetap ditulis dengan huruf kapital jika letaknya di kata pertama sebuah judul, sesuai dengan prinsip awal. Wah! Keenan Pearce Ajak Kaum Muda Gabung Industri Kreatif.


Hukum Huruf Kapital di Kata Ulang

Dasarnya, harus mengetahui bentuk kata ulang tersebut. Istilah kata ulang juga disebut reduplikasi (perulangan). Kata ulang murni atau dwilingga (pengulangan seluruh bentuk dasar) harus dengan semua huruf kapital pada setiap awal kata, sifatnya tidak mengalami perubahan. (1) Kupu-Kupu Malam Hinggap di Terminal Bus Sungai Kunjang. (2) Membereskan Sayap-Sayap Pesawat yang Jatuh ke Perairan Mahakam.

Kalau yang ini namanya kata ulang yang sudah mengalami perubahan bentuk; kata ulang perubahan, kata ulang dwipurwa, kata ulang berimbuhan, dan kata ulang sebagian. (1) Gerak-gerik Dukun Cabul di Loa Kulu Dibekuk Polisi. (2) Berjalan-jalan di Kota Samarinda Sambil Menikmati Es Kotor.  (Hna)

***

Sampai di sini dulu. Ingat, lanjut diskusi di kolom komentar!
Posting Komentar

Posting Komentar